TEORI – TEORI
TERJADINYA PENYAKIT
Penyakit
adalah suatu keadaan abnormal
dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau
kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Penyakit adalah keadaan yang
bersifat objektif sedangkan rasa sakit adalah keadaan yang bersifat subjektif.
Seseorang yang menderita penyakit belum tentu merasa sakit, sebaliknya tidak
jarang ditemukan seseorang yang selalu mengeluh sakit padahal tidak ditemukan
penyakit apapun pada dirinya (Azrul Azwar, 1988:18).
KONSEP PENYAKIT
1. Contagion theory
Di Eropa, epidemi sampar, cacar,
dan demam tifus merajalela pada abad 14 dan 15. Pada saat itu mendorong
lahirnya teori bahwa kontak dengan makhluk hidup adalah penyebab penyakit
menular. Konsep itu dirumuskan oleh Girolamo Fracastoro (1483-1553). Teorinya mengatakan bahwa penyakit
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui zat penular, yaitu kantagion. Disebut juga
teori cara penularan penyakit melalui zat penular. Konsep kontagion muncul pada abad XVI oleh Giralomo Fracastoro (1478-1553). Fracastoro dikenal sebagai salah satu
perintis epidemiologi, ia juga dikenal sebagai seorang sastrawan yang terkenal
di mana salah satu tokoh pelakunya bernama syphilis, yang hingga sekarang
digunakan menjadi nama suatu penyakit kelamin.
Teori mengemukakan bahwa untuk
terjadinya penyakit diperlukan kontak antara satu orang dengan orang yang
lainnya. Fracastoro
membedakan tiga jenis kontangion, yaitu:
1. Jenis
kontangion yang dapat menular melalui kontak langsung misalnya bersentuhan,
berciuman, hubungan seksual
2. Jenis
kontangion yang menular melalui benda-benda perantara (benda tersebut tidak
tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang lain)
misalnya melalui pakaian, handuk, sapu tangan
3. Jenis
kontangion yang dapat menularkan dalam jarak jauh
Menurut konsep ini
sakit terjadi karena adanya proses kontak bersinggungan dengan sumber penyakit.
Dapat dikatakan pada masa ini telah ada pemikiran adanya konsep penularan. Pada
waktu itu orang belum mengenal kuman atau bakteri, namun mekanisme cara
penularan menurut contagion tersebut mirip dengan cara yang dikenal sekarang
dalam era bakteriologi. Misalnya dengan contagion dikenal cara penularan
melalui kontak langsung (bersentuhan, berciuman, hubungan sex dll), melalui
benda perantara (pakaian, sapu tangan, handuk dll) dan melalui udara (jarak
jauh)
Teori ini tentu dikembangkan
berdasarkan teori penyakit pada masa itu dimana penyakit yang melanda
kebanyakan adalah penyakit yang menular yang terjadi adanya kontak langsung. Teori ini bermula dari
pengamatan terhadap epidemic dan penyakit lepra di
Mesir. Namun teori ini pada jamannya tidak diterima dan tidak
berkembang.
2. Hippocratic theory
Zaman Hippocrates (460-377 SM). Ia dianggap bapak epidemiologi pertama,
karena beliaulah yang pertama-tama melihat bahwa penyakit merupakan fenomena
massal dan menulis tiga buah buku tentang epidemi. Ia juga menguraikan bahwa penyakit bervariasi atas dasar waktu dan
tempat sehingga pada saat itu ia
sebetulnya sudah tahu adanya pengaruh faktor alam/lingkungan yang ikut
menentukan terjadinya penyakit. Dapat juga dikatakan bahwa beliau sudah
dapat melihat bahwa frekuensi penyakit terdistribusi tidak merata atas dasar
berbagai faktor seperti waktu, tempat, atribut orang, dan atau faktor
lingkungan lainya. Faktor-faktor sedemikian, yakni yang ikut mempengaruhi
terjadinya penyakit, tetapi bukan penyebabnya, disebut faktor determinan atau
faktor penentu(Juli Soemirat, 2010:23-24). Jadi Teory Hypocrates menyebutkan, bahwa timbulnya penyakit karena pengaruh Iingkungan
terutama: air, udara, tanah, cuaca (tidak dijeIaskan kedudukan manusia dalam Iingkungan).
3. Miasmatic theory
Teori Miasma, penyakit timbul karena sisa dari mahkluk
hidup yang mati membusuk, meninggalkan pengotoran udara dan Iingkungan.
William far
menyebutkan bahwa miasma itu uap jasad renik yang membusuk. Hampir sama dengan
Hippocratic teori, miasmatic teori menunjukkan gas gas busuk dari perut bumi
yang menjadi kausa penyakit. Menurut teori
ini penyakit timbul karena sisa dari mahkluk
hidup yang mati membusuk,
meninggalkan pengotoran udara dan Iingkungan.
Teori
Miasma Hippocrates menjelaskan bahwa penyakit terjadi karena “keracunan” oleh
zat kotor yang berasal dari tanah, udara, dan air. Karena itu upaya untuk
mencegah epidemi penyakit dilakukan dengan cara mengosongkan air kotor, membuat
saluran air limbah, dan melakukan upaya sanitasi (kebersihan). Teori Miasma
terus digunakan sampai dimulainya era epidemiologi modern pada paroh pertama
abad kesembilan belas
(Susser dan Susser, 1996a).
Teori
ini punya arah yang lebih spesifik , namun kurang mampu untuk menjawab
pertanyaan berbagai penyakit. Teori miasma
ini mulai berkembang pada awal abad ke 18 yaitu pada masa revolusi industri di
Inggris, ketika terjadi wabah kholera di aliran sungai Thames. Pada waktu itu
orang percaya bahwa bila seseorang menghirup uap busuk, maka ia akan terjangkit
penyakit.
Contoh pengaruh teori miasma adalah
timbulnya penyakit malaria. Malaria berasal dari bahasa Italia mal dan aria
yang artinya udara yang busuk. Pada masa yang lalu malaria dianggap sebagai
akibat sisa-sisa pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-rawa.
Penduduk yang bermukim di dekat rawa sangat rentan untuk terjadinya malaria
karena udara yang busuk tersebut.
4. Germ theory
Teori ini dikemukakan oleh John Snow (1813-1858),
seorang dokter ahli anestesi dari Inggris. Ia berhasil membuktikan adanya
hubungan antara timbulnya penyakit kholera dengan sumber air minum penduduk.
Dari hasil perhitungan ini di kemukakan kesimpulan bahwa air minum yang
tercemar dengan tinja manusia adalah penyebab timbulnya penyakit kholera.
Kesimpulan ini diambil tanpa mengetahui adanya kuman kholera, karena
pengetahuan tentang pengetahuan ini baru kemudian muncul. Pada teori ini
jasad renik (germ) dianggap sebagai penyebab tunggal penyakit(Azrul Azwar, 1988:18).
TEORI EKOLOGI LINGKUNGAN
1. Model Gordon
Teori ini di kemukakan oleh John Gordon pada tahun 1950 dan dinamakan model
Gordon sesuai dengan nama pencetusnya.
Model gordon ini menggambarkan terjadinya penyakit pada masyarakat, ia
menggambarkan terjadinya penyakit sebagai adanya sebatang pengungkit yang
mempunyai titik tumpu di tengah-tengahnya, yakni lingkungan (L). Pada kedua
ujung batang tadi terdapat pemberat, yakni A, H. Dalam model ini A, H dan L
dianggap sebagai tiga elemen utama yang berperan dalam interaksi ini, sehingga
terjadi keadaan sehat ataupun sakit, dimana :
A = agent/penyebab penyakit
B = host/populasi berisiko tinggi, dan
C = lingkungan
Interaksi di antara tiga
elemen tadi terlaksana karena adanya faktor penentu pada setiap elemen. Model
ini mengatakan bahwa apabila pengungkit tadi berada dalam keseimbangan, maka
dikatakan bahwa masyarakat berada dalam keadaan sehat, seperti gambar di bawah
ini :



Sebaliknya, apabila resultan daripada interaksi ketiga unsur tadi
menghasilkan keadaan tidak seimbang, maka didapat keadaan yang tidak tidak
sehat atau sakit. Model gordon ini selain memberikan gambaran yang umum tentang
penyakit yang ada di masyarakat, dapat pula digunakan untuk melakukan analisis,
dan mencari solusi terhadap permasalahan yang ada(Juli Soemirat, 2010:23-24).
Dalam pandangan
epidemiologi klasik dikenal segitiga epidemiologi (epidemiologic triangle) yang
digunakan untuk menganalisis terjadinya penyakit yang di gambarkan sebagai
berikut :
|
Konsep ini bermula dari upaya untuk menjelaskan proses
timbulnya penyakit menular dengan unsur-unsur mikrobiologi yang infeksius
sebagai agen, namun selanjutnya dapat pula digunakan untuk menjelaskan proses
timbulnya penyakit tidak menular dengan memperluas pengertian agen.
2. The
wheel of causation (Teori Roda)
Model
ini menggambarkan hubungan manusia dan lingkungannya sebagai roda. Roda
tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik pada bagian intinya dan
komponen lingkungan biologi, sosial, fisik mengelilingi penjamu.
Ukuran komponem roda bersifat relatif, tergantung problem spesifik penyakit
yang bersangkutan. Contoh pada penyakit herediter tentunya proporsi inti
genetikrelatif besar, sedang penyakit campak status imunitas penjamu dan
biologik lebih penting daripada faktor genetik. Peranan lingkungan sosial lebih
besar dari yang lainnya dalam hal stres mental, sebaliknya pada penyakit
malaria peran lingkungan biologis lebih besar.
Seperti halnya dengan model
jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan identifikasi dari berbagai
faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak begitu menekankan
pentingnya agen. Di sini
dipentingkan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya
peranan dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit yang
bersangkutan.
Teori ini merupakan
pendekatan lain untuk menjelaskan hubungan antara manusia dan lingkungan. Roda terdiri daripada
satu pusat (pejamu atau manusia) yang memiliki susunan genetik sebagai intinya. Disekitar pejamu
terdapat lingkungan yang dibagi secara skematis ke dalam 3 sektor yaitu
lingkungan biologi, sosial dan fisik.
Besarnya komponen-kompenen dari roda
tergantung kepada masalah penyakit tertentu yang menjadi perhatian kita. Untuk penyakit-peyakit
bawaan (herediter) inti genetik relatif lebih besar. Untuk kondisi tertentu
seperti campak, inti genetik relatif kurang penting oleh karena keadaan
kekebalan dan sektor biologi lingkungan yang paling berperanan. Pada model roda,
mendorong pemisahan perincian faktor pejamu dan lingkungan, yaitu suatu
perbedaan yang berguna untuk analisa epidemiologi.

3. The
web of causation (jaring-jaring
sebab akibat)
Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac Mohan
dan Pugh (1970). Teori ini sering disebut juga sebagai konsep multi factorial. Dimana teori
ini menekankan bahwa suatu penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai
factor. Misalnya factor interaksi lingkungan
yang berupa factor biologis, kimiawi dan social memegang peranan penting dalam
terjadinya penyakit.
Menurut
model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan antara
mereka, yang berakibat bertambah
atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut
model ini, suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan
demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong
mata rantai pada berbagai titik.
Hakikat
konsep ini adalah efek yang terjadi tidak tergantung kepada penyebab-penyebab
yang terpisah secara mandiri, tetapi lebih merupakan perkembangan sebagai suatu
akibat dari suatu rangkaian sebab-akibat, dimana setiap hubungan itu sendiri
hasil dari silsilah (geneologi) yang mendahuluinya dan yang kompleks (complex
geneology of antecenden).
Suatu
penyakit tidak tergantung kepada penyebab yang berdiri sendiri-sendiri,
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab akibat. Penyakit juga dapat dicegah atau
dihentikan dengan memotong mata rantai di berbagai faktor.
Contoh:
Jaringan sebab akibat yang mendasari penyakit jantung koroner (PJK) dimana
banyak faktor yang merupakan menghambat atau meningkatkan perkembangan
penyakit.
Beberapa
dari faktor ini instrinsik pada pejamu dan tetap (umpama LDL genotip), yang lain
seperti komponen makanan, perokok, inaktifasi fisik, gaya hidup dapat
dimanipulasi.
